PANGKALPINANG – Anggota Badan Anggaran DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menilai pemerintah pusat telah bersikap tidak adil terhadap daerah, terutama terkait hak atas dana bagi hasil dari sektor pertambangan timah yang hingga kini belum sepenuhnya disalurkan.
Sikap kritis itu disampaikan Maryam, anggota Banggar DPRD Provinsi Bangka Belitung, menanggapi dua surat resmi yang telah dilayangkan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan terkait pelaksanaan APBD Perubahan serta pencairan dana royalti timah yang menjadi bagian DBH.
Hingga akhir Oktober 2025, surat tersebut belum mendapat tanggapan resmi dari pemerintah pusat.
“Pemerintah pusat sudah bersikap tidak adil terhadap daerah. Kenapa saya katakan demikian? Karena bertahun-tahun pemerintah Bangka Belitung harus mengemis dana royalti yang seharusnya sudah menjadi milik daerah,” ujar Maryam, Kamis (23/10/2025).
Menurut Maryam, hingga menjelang akhir tahun 2025, dari total rencana penerimaan dana royalti sekitar Rp61 miliar lebih, baru sekitar Rp13 miliar yang ditransfer ke kas daerah.
Kondisi itu, telah menghambat pelaksanaan sejumlah program daerah yang membutuhkan dukungan pendanaan dari DBH tersebut.
“Pemprov sudah menyurati bagian keuangan daerah untuk meminta agar dana itu segera dicairkan karena ada program yang harus dijalankan, tapi jawabannya sampai hari ini tidak ada. Daerah disuruh bersabar, berdoa,” tambahnya.
Maryam juga menyinggung temuan Kementerian Keuangan yang menyebut adanya dana daerah mengendap di bank mencapai Rp2,1 triliun.
Ia mempertanyakan data tersebut dan menilai justru pemerintah pusat yang belum menyalurkan hak keuangan daerah secara penuh.
“Keluarlah angka Rp2,1 triliun itu yang disampaikan bahwa pemerintah Bangka Belitung mengendap anggaran sebesar itu. Anggaran yang mana yang diendap? Pemerintah pusat kan tahu, kami ini pernah pinjam lewat PT SMI yang baru akan lunas November 2025 ini dan dicicil setiap bulan lewat potongan DAU. Jadi bagaimana bisa kami mengendap sebesar Rp2,1 triliun itu?,” tegas Maryam.
Ia menilai situasi ini menjadi bukti lemahnya komitmen pemerintah pusat terhadap pelaksanaan desentralisasi fiskal yang adil bagi daerah penghasil sumber daya alam.
Maryam mendesak agar dana bagi hasil royalti timah segera direalisasikan penuh sesuai peraturan yang berlaku.
“Kami berharap ada keterbukaan. Royalti untuk Bangka Belitung tahun 2024 kemarin belum lunas, dan 2025 ini belum juga tuntas. Ini bukan sekadar angka, tapi hak konstitusional daerah,” tutupnya. (beritamitra.com)
Royalti Pertambangan Terindikasi Masuk Skema Pemangkasan TKD

Komentar